Tuesday, March 28, 2006

MUTIARA-MUTIARA KEBIJAKSANAAN

[Sebuah komentar informal pada suatu retreat di tahun 1992, New
York, oleh Shifu Sheng-yen]

Kita musti memiliki sikap batin yang ceria terhadap hidup ini dan
dalam berpraktik meditasi.
Hindari kondisi-kondisi ekstrim ; suka-cita (kebahagiaan) yang
meluap-luap, ataupun depresi/kesedihan yang mendalam.

Jika anda melekat pada kegembiraan yang berlebihan hal itu ibarat
karpet tempat Anda berdiri mendadak disentakkan, Anda tentu akan
menderita. Sebaliknya jika Anda gampang sedih atau depresi, itu
berarti malah anda memang sudah mengalami penderitaan itu sendiri.

Pada jaman dahulu, ada seorang pejabat di masa dinasti Ch'ing yang
juga seorang praktisi Zen. Karena suatu hal, ia akan dihukum mati
dan sedang menunggu waktu eksekusi. Di penjara mereka menyuguhinya
santapan akhir berupa sayur buncis-kacang dilengkapi dengan arak
hangat. Tepat di saat sebelum eksekusi dilaksanakan para penjaga
bertanya, apakah ia punya pesan-pesan terakhir.- "Oh, iya! jawabnya,
Tolong sampaikan saja ke anak laki-lakiku bahwa sayur buncis-
kacangnya sangatlah pas. Bahkan enaak sekali—bagaikan hidangan
mewah"

Orang di kisah ini memiliki sikap-batin yang sangat bagus terhadap
hidup. Ia memilih untuk selalu sadar dan ceria meski hingga akhir
hayatnya…
Amatlah baik untuk selalu riang, memiliki sikap yang jernih dan
tenang dalam menghadapi berbagai situasi dalam hidup.

Apakah kaki sakit karena duduk-bermeditasi? Bergembiralah, karena
itu berarti paling tidak Anda masih punya kaki. Apakah stress,
terperangkap dalam keruwetan masalah rumah-tangga? Gembiralah. Itu
artinya Anda masih hidup!
Dengan batin yang rileks dan stabil, maka Anda akan mampu menangani
situasi apapun dengan jernih dan obyektif. Bahkan Anda bisa
menghadapi kematian dengan tabah.

Mungkin Anda malah berpendapat bahwa sungguh konyol sekali untuk
bersikap ceria dalam menghadapi ajal? Yaaa.., itu toh pilihan Anda
sendiri. Anda boleh saja memilih ceria atau tidak.
Namun yang jelas: kalau Anda tak mau memilih untuk bersikap ceria
sebelum ajal tiba, Anda bakal tak punya lagi kesempatan melakukan
setelah-nya (!) J.

Zen